Minggu, 17 Mei 2009

Pendidikan Dasar 2

MENGAJAK SISWA MEMAHAMI LINGKUNGAN

Baru-baru ini dipublikasikan bahwa penurunan muka air tanah di Kota Bandung sudah mencapai 0,42 meter per tahun. Kondisi ini akan memperparah keberadaan sumber air bersih bagi masyarakat Kota Bandung. Di sisi lain kondisi sungai-sungai yang berada di Kota Bandung juga memprihatinkan. Kita lihat saja Sungai Cikapundung yang membelah Kota Bandung dari Utara Dago hingga Sungai Citarum di Selatan Kota Bandung.

Sungai yang melegenda dan menjadi kebanggaan masyarakat Bandung kini tidak lebih dari saluran pembuangan sampah, kotoran manusia dan limbah rumah tangga lainnya. Sampah, kotoran manusia dan limbah rumah tangga tersebut sudah menambah volume sedimentasi di sungai. Hal inilah yang menyebabkan pendangkalan sungai dan tentu saja pencemaran air sungai.

Ironisnya keadaan tersebut ditambah lagi dengan keberadaan hutan yang kian hari semakin berubah fungsi. Fungsi sebagai pengendali hidrologis berubah menjadi lahan pemukiman dan bangunan jalan. Fungsi hidrologis ini merupakan fungsi yang sangat penting karena hutan berperan dalam penyerapan air ke dalam tanah. Di samping menjaga ketersediaan air tanah dalam volume yang cukup juga dapat memperkecil indeks run off. Indeks run off yang besar tentu saja akan menyebabkan air mengalir pada permukaan tanah secara massif dan cenderung tidak terkendali. Inilah yang kemudian menjadi potensi banjir bandang.

Di Kota Bandung, tingginya indeks run off dapat kita saksikan ketika hujan datang maka sebagian jalan di Kota Bandung akan tergenang air yang disebut banjir cileuncang. Keadaan ini akan mempercepat pengrusakan jalan.

Setelah masalah perairan, di Kota Bandung juga mengalami degradasi lingkungan yang disebabkan pencemaran udara. Baru-baru ini pula dipublikasikan penelitian yang menyebutkan pada sebagian siswa SD di Kota Bandung sudah terkontaminasi oleh timbal dalam kadar yang memprihatinkan. Sementara timbal yang berasal dari bahan bakar kendaraan bermotor tersebut bisa menyebabkan penurunan daya pikir.

Selain timbal yang kita peroleh dari emisi gas buang kendaraan bermotor juga terdapat senyawa CO (Karbon Monoksida). Terhadap ikatan dengan darah CO akan lebih mudah berikatan daripada O2 , sementara yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah O2. Artinya jika kandungan CO di udara lebih banyak daripada O2 maka lebih besar pula peluang tersingkirnya O2 yang pada gilirannya akan menyebabkan berbagai gangguan pada tubuh manusia.

Semua fakta kerusakan lingkungan Kota Bandung tersebut sebetulnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi alasan mengapa kita harus segera sadar dan peduli. Tetapi untuk menjadikan sadar dan peduli tersebut bukanlah perkara mudah di tengah berbagai krisis di masyarakat, terlebih krisis keteladanan.

Namun demikian masih terbuka peluang untuk membentuk kesadaran dan kepedulaian tersebut melalui pendidikan. Melalui pendidikan ini tidak cukup hanya pada tataran kognitif tetapi harus pada tataran aplikasi. Artinya proses pendidikan yang berlangsung tidak sekedar menyampaikan pengetahuan tentang lingkungan hidup tetapi harus sudah sampai pada bagaimana menyikapi lingkungan hidup.

Dalam hal mengajak siswa meyikapi lingkungan hidup tentu saja harus ada political will dari pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan. Di dalam kurikulum sangat mungkin dikembangkan pendidikan lingkungan hidup, baik berdiri sendiri maupun terintegrasi dengan mata pelajaran Geografi, Biologi dan Kimia.

Umumnya tuntutan kompetensi di tingkat SMA adalah evaluasi dan analisa. Oleh karena itu diperlukan kreatifitas guru dalam mengembangkan dan menambah bobot materi agar bisa diimplementasikan oleh siswa. Artinya, guru tidak perlu terpaku semata-mata pada materi yang terdapat dalam buku paket dan LKS. Dari segi metode, kombinasi antara presentasi dan perdebatan antar siswa, menurut pengalaman penulis jauh lebih baik dalam mengeksplorasi kemampuan evaluasi dan analisa siswa.

Selain melalui kurikulum (intrakurikuler) penting juga diwajibkan kepada setiap sekolah di Kota Bandung untuk mengadakan ekstrakurikuler yang bernafaskan lingkungan hidup. Misalnya Kelompok Konservasi Siswa (KKS) yang sekarang sudah terdapat di beberapa sekolah di Kota Bandung, atau Siswa Pemerhati Lingkungan (SPL).

Banyak hal yang lebih aplikatif dapat dilakukan oleh kegiatan ekstrakurikuler ini. Di antaranya adalah kegiatan konservasi lahan binaan, reboisasi, observasi dan penelitian lingkungan hidup, pelatihan penanganan akibat bencana alam, kampanye pemeliharaan lingkungan, pemberdayaan daerah aliran sungai, wisata alam, garakan anti asap kendaraan, bike to school, dan kegiatan lain baik yang berdiri sendiri maupun kerjasama dengan instansi tertentu. Penulis Guru Geografi SMA Negeri 25 Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar